Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK)
Gerakan ini dilahirkan atas sebuah keprihatinan. Keprihatinan yang disampaikan oleh sebuah survey yang dilakukan KPK pada tahun 2012 – 2013 di kota Solo dan Jogjakarta. Studi ini menyajikan fakta bahwa ternyata hanya 4% orang tua yang mengajarkan kejujuran pada anak-anaknya.
Kejujuran yang dimaksud di sini bukan kejujuran dalam arti definisi kejujuran, tetapi lebih kepada bagaimana kejujuran tersebut dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Orang tua tidak bisa mengaitkan bahwa menyontek atau menyerobot antrian adalah bentuk-bentuk perilaku koruptif. Hal ini memberi pemahaman bahwa korupsi adalah mengambil hak orang lain untuk kepentingan diri sendiri. Definisi ini bukan hanya memberikan gambaran pada apa yang sering diliput media sebagai tindak pidana korupsi, tetapi juga menyoroti masalah-masalah perilaku-perilaku koruptif. Dan bila kita percaya bahwa tindakan koruptif itu adalah bentukan atau evolusi dari perilaku-perilaku koruptif sejak kecil, maka fakta ini sungguh menakutkan.
Kapan pertama kali dicanangkannya, oleh siapa, apa saja programnya?
Gerakan ini diluncurkan pada 22 April 2014. Peluncurannya dikemas dalam bentuk talkshow dan bedah buku. Narasumbernya adalah Ibu Meuthia Hatta, Dian Kartika Sari (Sekjen KPI), Ibu Yuyun dari NTB (perempuan yang berani mengatakan tidak pada praktek korupsi dalam pekerjaannya), Busyro Muqoddas (pimpinan KPK saat itu). Bedah buku ‘Saya, Perempuan Anti Korupsi' dilakukan oleh Busyro Muqoddas dan Gandjar Laksamana Bonaprapta (Dosen FH UI)
Sejauh ini, apa saja kegiatannya?
Secara umum program ini terdiri dari dua kegiatan: pertama adalah pelatihan untuk fasilitator atau para calon agen SPAK. Kedua, penyebaran pengetahuan anti korupsi (sosialisasi) yang dilakukan oleh para agen.
Pelatihan untuk fasilitator atau agen SPAK, kami sebut sebagai ToT. ToT ini berlangsung selama 3 hari. Hari pertama adalah penjelasan tentang delik-delik korupsi. Hari kedua tentang kemampuan fasilitasi dan pengenalan alat-alat bantu sosialisasi. Dan hari ketiga, adalah simulasi melakukan sosialisasi. Dalam simulasi ini, peserta diberikan satu situasi, misalnya dalam suatu kesempatan reuni – apa yang akan mereka lakukan.
Untuk menyebarkan pengetahuan antikorupsi, para agen menggunakan alat-alat bantu, yang terdiri dari: tas, buku, pin, kaos, notes, flyers, dan permainan (arisan, majo, put2lk dan semai). Semua permainan ini, ada cara main dan kunci jawaban, sehingga tidak perlu khawatir. Khusus untuk permainan semai, ini adalah permainan untuk anak-anak (sejak PAUD hingga SD). Dalam permainan ini kita tidak berbicara mengenai hal-hal korupsi tetapi kita berbicara mengenai 9 nilai yang berdasarkan studi yang dilakukan oleh KPK, dipercaya dapat menghindarkan kita dari perilaku-perilaku koruptif. Kesembilan nilai yang dimaksud, adalah: kejujuran, keadilan, kerjasama, kemandirian, kedisiplinan, bertanggungjawab, Kegigihan, keberanian, dan kepedulian.